TEORI
BEHAVIORISME
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2011
TEORI
BEHAVIORISME
RINGKASAN
Teori
Behaviorisme adalah teori belajar yang menekankan pada hasil belajar dan tidak memperhatikan
pada proses berpikir siswa. Menurut teori
ini, belajar dipandang sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi berdasarkan
paradigma
Stimulus-Respon,
yaitu suatu proses yang memberikan respon tertentu terhadap stimulus yang datang
dari luar. Proses Stimulus-Respon (SR) yaitu dorongan,rangsangan,
respon serta penguatan. Ada beberapa jenis teori yang dikemukakan oleh
tokoh-tokoh Behaviorisme yaitu Teori Pengkondisian Klasikal dari Pavlov, serta
Teori Connectionism dari Thornaike, Teori Operant Conditioning dari B.F.Skinner, teori Watson,
Teori Clark Hull, dan juga Teori Edwin Gutrei. Teori ini memiliki keunggulan
dan kelemahan. Keunggulan dari teori ini adalah teori ini cocok diterapkan
untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa dan
teori ini juga membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan
kondisi belajar sedangkan kelemahan dari teori ini adalah proses pembelajaran
berpusat pada guru dan siswa hanya mendengarkan penjelasan dan menghapal saja
sehingga siswa menjadi tidak aktif dan tidak dapat berkembang. Teori ini
digunakan disetiap jenjang pendidikan untuk melaksanakan proses pembelajaran
dari dulu sampai sekarang.
Kata
kunci : teori behaviorisme, stimulus, respon.
A.
PENDAHULUAN
Paradigma baru pendidikan lebih menekankan pada peserta didik
sebagai manusia yang memiliki potensi untuk belajar dan berkembang. Siswa aktif
dalam mencari, mengembangkan dan mengkonstruksi secara aktif pengetahuan yang
didapatkan. Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan pembelajaran matematika
dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yaitu mengembangkan aktivitas
kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan dengan mengembangkan
pemikiran divergen, orisinal, rasa ingin tahu, membuat prediksi, dan dugaan serta mencoba-coba (Depdiknas,
2006).
National Council of Teachers of
Matematics atau NCTM (2000) menyatakan bahwa dalam
mempelajari matematika peserta didik tidak hanya bergantung pada apa yang
diajarkan, tetapi juga bagaimana matematika itu diajarkan, atau bagaimana
peserta didik belajar dalam pembelajaran. Pada dasarnya pembelajaran merupakan
proses interaksi, komunikasi dan negosiasi antara guru dan peserta didik.
Proses komunikasi yang terjadi tidak selamanya berjalan dengan lancar bahkan
proses komunikasi dapat menimbulkan salah pengertian ataupun salah konsep.
Untuk itu, guru diharapkan mampu memberikan suatu alternatif pembelajaran bagi
peserta didik agar dapat memahami konsep-konsep yang telah diberikan (Wahono,
2007).
Tidak bisa dipungkiri bahwa teori pembelajaran yang diterapkan
oleh guru akan berpengaruh terhadap keberhasilan guru dan siswa dalam
pembelajaran. Hal ini tentu harus disesuaikan dengan memperhatikan karakteristik siswa itu sendiri
termasuk materi yang diajarkan. Sejauh ini kita telah
mengenal teori dalam pembelajaran salah satunya adalah Teori Bhviorisme.
Jika ditinjau dari konsep atau teori, teori behaviorisme ini tentu berbeda dengan teori yang lain. Hal ini kita bisa lihat dalam pembelajaran sehari-hari
dikelas. Ada berbagai asumsi atau pandangan yang muncul tentang teori behaviorisme. Teori behaviorisme memandang bahwa belajar adalah mengubah
tingkah laku siswa dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi
mengerti, dan tugas guru adalah mengontrol stimulus dan lingkungan belajar agar
perubahan mendekati tujuan yang diinginkan, dan guru pemberi hadiah siswa yang
telah mampu memperlihatkan perubahan bermakna sedangkan hukuman diberikan
kepada siswa yang tidak mampu memperlihatkan perubahan makna.
Jika dilihat secara sepintas teori behaviorisme
ini tentu saling berhubungan
dengan teori yang lain. Untuk memberikan pemahaman yang jelas, melalui makalah
ini penulis akan mengkaji dan menelaah lebih jauh tentang pengertian teori
behaviorisme, keunggulan dan kelemahan behaviorisme, aplikasi teori
behaviorisme, dan
teori behaviorisme dalam mewujudkan tujuan belajar dan pembelajaran yang sesungguhnya. Melalui
makalah ini diharapkan tidak lagi muncul asumsi yang keliru tentang pendekatan behaviorisme
tersebut, sehingga pembaca memang benar-benar mengerti apa dan bagimana
pendekatan behaviorisme.
B.
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pendekatan Behaviorisme
Menurut
teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari
adanya interaksi antara stimulus dan respons. Seseorang dianggap telah belajar
sesuatu apabila ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Dengan kata lain,
belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya
untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara
stimulus dan respons.
Sebagai
contoh, anak belum dapat berhitung perkalian. Walaupun ia sudah berusaha giat
dan gurunya pun sudah mengajarkan dengan tekun, namun jika anak tersebut belum
dapat mempraktekkan perhitungan perkalian, maka ia belum dianggap belajar.
Karena ia belum dapat menunjukkan perubahan perilaku sebagai hasil belajar.
Dalam contoh tersebut, stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada
siswa misalnya daftar perkalian, alat peraga, pedoman kerja, atau cara-cara
tertentu, untuk membantu belajar siswa, sedangkan respons adalah reaksi atau
tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut.
Menurut
teori ini yang terpenting adalah masuk atau input yang berupa stimulus dan
keluaran atau output yang berupa respons. Sedangkan apa yang terjadi di antara
stimulus dan respons dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak bisa
diamati. Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behavioristik
adalah faktor penguatan (reinforcement)
penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respons. Bila
penguatan ditambahkan (positive
reinforcement) maka respons akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan
dikurangi (negative reinforcement) respons pun akan tetap dikuatkan
(Suryabrata, 1990).
Misalnya,
ketika peserta didik di beri tugas oleh
guru. Ketika tugasnya ditambahkan, maka
ia akan semakin giat belajarnya. Maka penambahan tugas tersebut merupakan
penguatan positif (positif reinforcement)
dalam belajar. Bila tugas-tugas dikurangi dan pengurangan ini justru
meningkatkan aktifitas belajarnya, maka pengurangan tugas merupakan penguatan
negatif (negative reinforcement)
dalam belajar. Jadi penguatan merupakan suatu bentuk stimulus yang penting diberikan atau dihilangkan untuk memungkinkan
terjadinya respons.
Terdapat beberapa pandangan tokoh-tokoh tentang
pendekatan behaviorisme yang dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya sebagai
berikut.
1.
Pavlov
2.
Thorndike
3.
Watson
4.
Clark Hull
5.
Edwin Guthrie, dan
6.
Skiner
Masing-masing
tokoh memberikan pandangan tersendiri tentang apa dan bagaimana behavoristik
tersebut.
1.
Teori
Pengkondisian Klasikal dari Pavlov
Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September
1849 di Ryazan Rusia yaitu desa tempat ayahnya Peter Dmitrievich Pavlov menjadi
seorang pendeta. Ia dididik di sekolah gereja dan melanjutkan ke Seminari
Teologi. Pavlov lulus sebagai sarjan kedokteran dengan bidang dasar fisiologi.
Pada tahun 1884 ia menjadi direktur departemen fisiologi pada institute of
Experimental Medicine dan memulai penelitian mengenai fisiologi pencernaan.
Ivan Pavlov meraih penghargaan nobel pada bidang Physiology or Medicine tahun
1904. Karyanya mengenai pengkondisian sangat mempengaruhi psikology
behavioristik di Amerika. Karya tulisnya adalah Work of Digestive Glands(1902)
dan Conditioned Reflexes(1927).
Classic conditioning (
pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov
melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral
dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan
reaksi yang diinginkan. Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli
lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala
kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya.
Bertitik tolak dari asumsinya bahwa
dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat
berubah sesuai dengan apa yang diinginkan. Kemudian Pavlov mengadakan
eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap binatang
memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihannya,
secara hakiki manusia berbeda dengan binatang.
Ia mengadakan percobaan dengan cara
mengadakan operasi pipi pada seekor anjing. Sehingga kelihatan kelenjar air
liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan, maka akan keluarlah
air liur anjing tersebut. Kini sebelum makanan diperlihatkan, maka yang
diperlihatkan adalah sinar merah terlebih dahulu, baru makanan. Dengan
sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan yang demikian
dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya memperlihatkan
sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar pula.
Makanan adalah rangsangan wajar,
sedang sinar merah adalah rangsangan buatan. Ternyata kalau perbuatan yang
demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan
syarat(kondisi) untuk timbulnya air liur pada anjing tersebut. Peristiwa ini
disebut: Reflek Bersyarat atau Conditioned Respons.
Pavlov berpendapat, bahwa
kelenjar-kelenjar yang lain pun dapat dilatih. Bectrev murid Pavlov menggunakan
prinsip-prinsip tersebut dilakukan pada manusia, yang ternyata diketemukan
banyak reflek bersyarat yang timbul tidak disadari manusia.
Melalui eksperimen tersebut Pavlov
menunjukkan bahwa belajar dapat mempengaruhi perilaku seseorang.
2.
Teori Koneksionisme Thorndike
Menurut Thorndike, belajar
merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa
yang disebut stimulus (S) dengan respon (R ). Stimulus adalah suatu perubahan
dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk
beraksi atau berbuat sedangkan respon dari adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan
karena adanya perangsang. Dalam eksperimennya, Thorndike menggunakan kucing. Dari
eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) tersebut diketahui
bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan
untuk memilih respons yang tepat serta melalui usaha –usaha atau
percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu.
Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial and error learning atau
selecting and connecting learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum
tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini
sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi.
Dari
percobaan ini Thorndike menemukan hukum-hukum belajar sebagai berikut
a.
Hukum Kesiapan(law of readiness), yaitu
semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka
pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga
asosiasi cenderung diperkuat.
b.
Hukum Latihan (law of exercise), yaitu
semakin sering tingkah laku diulang/ dilatih (digunakan), maka asosiasi
tersebut akan semakin kuat. Prinsip law of exercise adalah koneksi antara
kondisi (yang merupakan perangsang) dengan tindakan akan menjadi lebih kuat
karena latihan-latihan, tetapi akan melemah bila koneksi antara keduanya tidak
dilanjutkan atau dihentikan. Sehingga prinsip dari hokum ini menunjukkan bahwa
prinsip utama dalam belajar adalah ulangan. Makin sering diulangi, materi
pelajaran akan semakin dikuasai.
c.
Hukum akibat(law of effect), yaitu
hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan
cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada
makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan
yang disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan
diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan
cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi.
Selain
tiga hukum di atas Thorndike juga menambahkan hokum lainnya dalam belajar yaitu
Hukum Reaksi Bervariasi (multiple response), Hukum Sikap ( Set/ Attitude),
Hukum Aktifitas Berat Sebelah ( Prepotency of Element), Hukum Respon by
Analogy, dan Hukum perpindahan Asosiasi ( Associative Shifting).
3.
Teori Conditioning Watson
Watson
merupakan seorang behavioris murni. Kajian Watson tentang belajar disejajarkan
dengan ilmu-ilmu lain seperti fisika atau biologi yang sangat berorientasi pada
pengalaman empirik semata, yaitu sejauh dapat diamati dan diukur. Menurut Watson,
belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respons. Dalam
hal ini, stimulus dan respons yang dimaksud dibentuk dari tingkah laku yang
dapat diamati (observabel) dan dapat diukur. Watson mengakui adanya
perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar dan ia
menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu diperhitungkan.
4.
Teori Systematic Behavior Clark Hull
Clark
Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respons untuk
menjelaskan pengertian tentang belajar. Dalam hal ini, ia sangat terpengaruh
oleh teori evolusi yang dikembangkan oleh Charles Darwin. Bagi Hull, seperti
halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk
menjaga kelangsungan hidup manusia. Oleh sebab itu, teori Hull mengatakan bahwa
kebutuhan biologis dan pemenuhan kebutuhan biologis adalah penting dan
menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia. Sehingga stimulus
dalam belajar pun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun
respons yang mungkin akan muncul dapat bermacam-macam bentuknya. Dalam
kenyataannya, teori-teori demikian tidak banyak digunakan dalam kehidupan
praktis, terutama setelah Skinner memperkenalkan teorinya. Hingga saat ini,
teori Hull masih sering dipergunakan dalam berbagai eksperimen di laboratorium.
5.
Teori Conditioning Edwin Guthrie
Demikian
halnya dengan Edwin Guthrie, ia juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan
respons untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Menurut Edwin, stimulus
tidak harus berhubungan dengan kebutuhan atau pemuasan biologis sebagaimana
yang telah dijelaskan oleh Clark dan Hull. Dalam hal ini, hubungan antara
stimulus dan respons cenderung hanya bersifat sementara. Oleh sebab itu, dalam
kegiatan belajar perlu diberikan sesering mungkin stimulus agar hubungan antara
stimulus dan respons bersifat lebih tetap. Ia juga mengemukakan agar respons
yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, sehingga diperlukan
berbagai macam stimulus yang berhubungan dengan respons tersebut. Guthrie juga
percaya bahwa hukuman(punishment)
memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat
yang tepat akan mampu merubah kebiasaan dan perilaku seseorang. Setelah Skinner
mengemukakan dan mempopulerkan pentingnya penguatan (reinforcement) dalam teori belajarnya, sehingga hukuman tidak lagi
dipentingkan dalam belajar.
6.
Teori Operant Conditioning Skinner
Konsep-konsep yang dikemukakan oleh Skinner tentang
belajar mampu mengungguli konsep-konsep lain yang dikemukakan oleh para tokoh
sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana dan dapat
menunjukkan konsepnya tentang belajar secara komprehensif. Menurut Skinner,
hubungan antara stimulus dan respons yang terjadi melalui interaksi dalam
lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah
sesederhana yang digambarkan oleh para tokoh sebelumnya.
Oleh sebab itu, untuk memahami tingkah laku seseorang
secara benar perlu terlebih dahulu memahami hubungan antara stimulus satu
dengan lainnya, serta memahami respons yang mungkin dimunculkan dan berbagai
konsekuensi yang mungkin akan timbul sebagai akibat dari respons tersebut.
Skinner juga mengemukakan bahwa, dengan menggunakan perubahan-perubahan mental
sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya
masalah.
Sebab, setiap alat yang dipergunakan perlu penjelasan
lagi, demikia seterusnya. Dari semua
pendukung Teori behavioristik, Teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya.
Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berpogram,
modul, dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan
stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program-program pembelajaran yang
menerapkan teori belajar yang dikemukakan oleh Skinner.
2.2 Keunggulan
dan Kelemahan Teori Behaviorisme
a)
Keunggulan Teori
Behaviorisme
1)
Teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang
masih
membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus
dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan
langsung seperti diberi permen atau pujian.
membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus
dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan
langsung seperti diberi permen atau pujian.
2)
Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada
situasi dan kondisi
belajar
belajar
3)
Kelemahan
Teori Behaviorisme
Kelemahan
teori behaviorisme adalah sebagai berikut.
1)
Pembelajaran
siswa yang berpusat pada guru (teacher
centered learning), bersifat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang diamati
dan diukur.
2)
Murid
hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar
dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman sebagai
salah satu cara untuk mendisiplinkan siswa (teori skinner) baik hukuman verbal maupun fisik
seperti kata – kata kasar, ejekan ,
jeweran yang justru berakibat buruk pada siswa.
2.3 Aplikasi Teori Behaviorisme dalam Pembelajaran
Teori
psikologi belajar yang sangat besar mempengaruhi arah
pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah teori behaviorisme. Teori ini menekankan pada terbentuknya prilaku yang tampak
sebagai hasil belajar. Teori behaviorisme dengan model hubungan stimulus-responsnya, mendudukkan
yang belajar sebagai individu yang pasif. Respons atau prilaku tertentu dapat
dibentuk karena dikondisi dengan cara tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya
prilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement
dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Istilah-istilah seperti hubungan stimulus-respons,
individu atau siswa pasif, prilaku sebagai hasil belajar yang tampak,
pembentukan perilaku (shaping) dengan
penataan kondisi secara tepat, reinforcement
dan hukuman, ini semua merupakan unsur-unsur yang sangat penting dalam teori
behaviorisme.
Teori ini hingga sekarang masih merajai praktek pembelajaran di Indonesia. Hal
ini tampak dengan jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat paling
dini, seperti Kelompok Bermain, Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah
Menengah, bahkan sampai di Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara drill (pembiasaan) disertai dengan reinforcement atau hukuman masih sering
dilakukan.
Aplikasi teori behaviorisme dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal
seperti : tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik, media dan
fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan
dilaksanakan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan
adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur
dengan rapi sehingga belajar adalah perolehan pendidikan. Sedangkan mengajar
adalah memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar atau siswa. Siswa
diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang
diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus
dipahami oleh murid.
Aplikasi
teori belajar behaviorisme menurut tokoh-tokoh antara lain :
a.
Aplikasi Teori Pavlov
Contohnya
yaitu pada awal tatap muka antara guru dan murid dalam kegiatan belajar
mengajar, seorang guru menunjukkan sikap yang ramah dan memberi pujian terhadap
murid-muridnya, sehingga para murid merasa terkesan dengan sikap yang
ditunjukkan gurunya.
b.
Aplikasi Teori Thorndike
1.
Sebelum guru dalam kelas mulai mengajar,
maka anak-anak disiapkan mentalnya terlebih dahulu. Misalnya anak disuruh duduk
yang rapi, tenang dan sebagainya.
2.
Guru mengadakan ulangan yang teratur,
bahkan dengan ulangan yang ketat atau sistem drill.
3.
Guru memberikan bimbingan, pemberian
hadiah, pujian, bahkan bila perlu hukuman sehingga memberikan motivasi proses
belajar mengajar.
c.
Aplikasi Teori Skinner
Guru
mengembalikan dan mendiskusikan pekerjaan siswa yang telah diperiksa dan
dinilai sesegera mungkin.
Selain
itu, penerapan teori behaviouristik adalah dengan pemberian bahan pembelajaran
dalam bentuk utuh kepada peserta didik, hasil belajar segera disampaikan kepada
peserta didik, proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar, dan
materi pelajaran digunakan sistem modul.
C.
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan
pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai
berikut.
1.
Teori
behaviorisme
memandang bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari
adanya interaksi antara stimulus dan respons.
2.
Keunggulan
teori behaviorisme adalah Teori ini cocok diterapkan
untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa,
suka mengulangi dan harus
dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian dan membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar. Kelemahan dari teori ini adalah pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher centered learning), bersifat meanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang diamati dan diukur, murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan, dan siswa (teori skinner) baik hukuman verbal maupun fisik seperti kata-kata kasar, ejekan, jeweran yang justru berakibat buruk pada siswa.
dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian dan membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar. Kelemahan dari teori ini adalah pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher centered learning), bersifat meanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang diamati dan diukur, murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan, dan siswa (teori skinner) baik hukuman verbal maupun fisik seperti kata-kata kasar, ejekan, jeweran yang justru berakibat buruk pada siswa.
3.
Penerapan teori behaviouristik adalah
dengan pemberian bahan pembelajaran dalam bentuk utuh kepada peserta didik,
hasil belajar segera disampaikan kepada peserta didik, proses belajar harus
mengikuti irama dari yang belajar, dan materi pelajaran digunakan sistem modul.
Selain itu, setiap teori yang dikemukan oleh tokok behaviorisme juga memiliki aplikasi
sendiri dalam pembelajaran. Aplikasi dari teori Pavlov adalah pada awal tatap
muka antara guru dan murid dalam kegiatan belajar mengajar, seorang guru
menunjukkan sikap yang ramah dan memberi pujian terhadap murid-muridnya,
sehingga para murid merasa terkesan dengan sikap yang ditunjukkan gurunya.
Aplikasi dari teori Thorndike adalah sebelum memulai mengajar dalam kelas,
peserta didik harus disiapkan terlebih dahulu mentalnya, guru mengadakan
ulangan yang teratur dan memberikan pujian atau hadiah kecil kepada siswa.
Sedangkan aplikasi dari teori Skinner adalah guru sesegera mungkin
mengembalikan dan mendiskusikan hasil pekerjaan siswa.
3.2
Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan dari makalah ini, sebaiknya
dalam proses pembelajaran di sekolah-sekolah tidak cenderung menggunakan teori
belajar behaviorisme karena teori ini hanya berpusat pada guru dan siswa tidak
diberikan kesempatan untuk mengembangkan daya imajinasinya sehingga siswa
cenderung menjadi pasif dan kurang kreatif. Selain itu, teori ini juga masih
menggunakan hukuman berupa kata-kata kasar dan adanya hukuman fisik.
DAFTAR RUJUKAN
Rosyada, Dede. 2004. Paradigma
Pendidikan Demokratis. Jakarta: Prenada Media.
Anonim. 2010. Behavioristik. Http://Har-Stkip.Blogspot.Com/Search/Label/Behavioristik. Diakses pada tanggal 25 Februari 2010.
Anonim. 2010. Analisis Teori Belajar
Ateori. http://ktpunnes2007.blogspot.com/2009/04/analisis-teori-belajar-ateori.html. Diakses pada tanggal 25 Februari 2010.
Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:
Rineka Cipta.
Anonim.2011.Teori Belajar Behavioristik. http://kamalfachri.wordpress.com/2011/02/07/teori-belajar-behavioristik/.
Diakses pada tanggal 10 Maret 2011
No comments:
Post a Comment